Malang nasib siswa sekolah dasar ini. Siswa SD yang ada di Kota Taman, SD 004 Bontang Utara kena hukuman lakban massal dari wali kelasnya, berinisial NF melakban siswanya karena ribut di kelas.
Salah seorang murid sekolah tersebut, sebut saja namanya Mawar yang jadi korban lakban massal ini, membenarkan mulut murid sekelas dilakban oknum gurunya waktu itu. Oleh sang wali kelas, itu merupakan bentuk hukuman.
"Iya dilakban semua. Waktu itu ribut, pas dilepas, aduh sakit," tutur bocah polos ini sambil memeragakan gerakan melakban mulut dan melepas dengan keras lakban dari mulutnya. Tak hanya itu saja, mereka juga sering dijewer apabila tidak mengerjakan pekerjaan (PR) atau melakukan kesalahan. Anehnya, hukuman jewer kuping ini tidak dilakukan oleh oknum guru tersebut, namun dilakukan oleh teman sebayanya yang harus mengeksekusinya atas perintah gurunya. Sehingga, sang guru bisa beralibi bahwa ia tidak menjewer tapi muridnya yang menjewer temannya.
Salah seorang wali murid juga membenarkannya. Pasalnya, dari orang tua murid yang enggan disebutkan namanya, akibat sering dijewer, anaknya trauma apabila ada seseorang yang mendekat.
"Anak saya jadi takut, kalau ada yang mendekat. Dia takut dijewer karena kupingnya sakit," ujarnya.
"Jadi kalau anak saya nakal atau lupa kerjakan PR, anak saya dijewer kupingnya sama temannya. Itu atas perintah gurunya," ujar ibu setengah baya ini.
Ternyata, hukuman yang kerap dilakukan guru NF ini bukan saat ini saja. Melainkan juga pernah dilakukannya setahun lalu, di mana muridnya kini sudah duduk di kelas III.
Mantan murid NF yang kini duduk di kelas III, sebut saja Bagas, membenarkan jika saat duduk di bangku kelas II pernah dihukum NF.
"Iya dulu waktu kelas II saya sering dijewer dan dicubit. Saya juga kalau kedapatan berkata jorok ditampar mulutku," ujarnya polos.
Terpisah, NF membenarkan jika kejadian melakban mulut satu kelas terjadi saat itu. "Iya saya akui, saya melakban semua mulut anak-anak waktu itu. Tapi itu semua karena sudah ada perjanjian dengan anak-anak. Perjanjiannya kalau melanggar aturan, dilakban mulutnya. Nah waktu itu melanggar pada ribut semua, jadi dilakban semua," ujar NF, Senin kemarin (6/4/2015).
NF menyebut, anak-anak kelas IIb yang diajarnya itu paling ribut di sekolah SD 004 ini. "Kelas II B ini paling ribut," tambahnya.
Namun diakui NF, atas kejadian itu dan setelah tiga kali para wali murid berdemo ke sekolahnya, dia mengaku kapok dan tidak akan melakukan hal itu lagi. Menurutnya, sudah dilakukan pertemuan dengan para wali murid. Dari pertemuan itu ada sebagian yang memaafkan namun ada sebagian juga yang belum mau menerima.
NF yang baru dua tahun mengajar di SD 004 dan sebelumnya merupakan guru di SD 005 Sangatta Selatan. Dia mengaku khilaf dan sudah meminta maaf pada wali murid. Dia pun berjanji tidak akan melakukan hukuman semacam itu lagi.
Sementara itu, kepala SD 004, Asmuni membenarkan jika kejadian tersebut sudah dimediasi dan sudah clear.
"Ini masalah sudah clear, sudah dimediasi oleh guru dan saya. Lagipula masalah ini sudah lama, kok baru muncul sekarang?" ujarnya dengan nada agak tinggi.
Bagi Asmuni, permintaan wali murid saat itu ada yang meminta agar gurunya dipindah, namun itu bukan wewenangnya melainkan ranahnya Dinas Pendidikan (Disdik).
"Tiga kali direspon kejadian ini dan sudah selesai. Sanksi tidak diberikan secara tertulis, tapi lisan saja agar ke depan tidak memberikan kelakuan seperti itu. Sudah clear, enggak ada masalah lagi!" ujar Asmuni.
Kendati demikian, dia berujar jika hukuman apapun seorang guru itu tujuannya baik, yakni agar anak menjadi baik dan nurut.
WAKIL RAKYAT MENYAYANGKAN
Terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kota Bontang Agus Harris, sangat menyayangkan kejadian "pelakbanan massal" yang dilakukan oknum guru SDN 004 Bontang Barat kepada semua anak muridnya di kelas 2B.
"Sangat disayangkan. Kok masih ada oknum guru yang tega dan bisa melakukan hukuman fisik kekerasan macam itu. Apapun alasannya, anak-anak tingkatan SD belum bisa mencerna dan belum bisa dikatakan nakal di usianya yang masih kecil itu," ujar Agus Haris, Selasa kemarin melalui telepon selulernya.
Menurutnya, yang dibutuhkan anak-anak itu adalah pembinaan, sentuhan hati yang baik, kasih sayang dan utamanya religinya, bimbingan yang mempercontohkan prilaku baik, sehingga di usia anak-anak khususnya kelas 1,2, 3, 4 dan 6 masih dibutuhkan bimbingan dari gurunya. Nah, lain jika sudah SMP, untuk pembelajaran akademik bisa mulai diajarkan.
"Anak-anak itu, sekali dicubit, akan membekas dalam ingatannya, terpatri di otaknya. Apalagi jika sering dilakukan akan mempengaruhi mental si anak," ujar Agus Harris.
Menurutnya memang berat tugas seorang guru. Karena harus mampu menahan diri, menghadapi puluhan anak. "Tapi itulah tugas guru," ujarnya.
Tentang kejadian yang mencoreng dunia pendidikan Kota Bontang ini, Komisi 1 akan segera mengundang kepala sekolah dan oknum guru terkait, termasuk Diknas. Kenapa? Hal ini dilakukan tidak lain untuk mengantisipasi agar kejadian tak terulang. "Saling mengawasi, supaya nggak terulang lagi. Bukan untuk membuka aib sekolah cuma kita bisa meredam ke dalam, guru juga harus diawasi, apalagi kalau ada kelainan perlu diawasi saat mengajar," ujarnya.
Ya, Agus Harris menegaskan sudah saatnya guru-guru di Bontang dilakukan pembinaan. "Saya imbau agar kejadian ini tidak terulang lagi, hendaknya kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang kesiswaan keliling melakukan pengawasan di setiap kelas, saat jam belajar. Ini bukan untuk ikut campur mengurusi pelajaran tapi mengawasi dari luar. Dan kalaupun ada tindakan bisa langsung dicegah saat itu," ujar Agus.
Yang disayangkan Agus Harris lagi, kejadian semua mulut anak-anak kelas 2 dilakban ini, dilakukan oleh wali kelasnya. "Kalau guru, pembinanya wali kelas? Nah kalau wali kelasnya yang melakukan lantas siapa lagi yang membela anak-anak?" ujar Agus prihatin.
Agus mengingatkan, hendaknya seorang guru jika punya persoalan di rumah jangan dibawa ke sekolah. "Ketika masuk sekolah, seorang guru itu pikirannya harus sudah steril sehingga bisa mengayomi anak-anak. Steril luar dalam pikiran dan jernih," pesannya.
Agus juga mengimbau agar para guru, sebelum muncul rasa jiwa meyayangi ke anak jangan masuk untuk mengajar.
Namun, tindakan guru di sekolah juga tanggung jawab kepala sekolahnya. Untuk itu, Agus Haris meminta agar diaktifkan kembali breafing setiap pagi bapak ibu guru sebelum masuk mengajar. "Breafing dulu beri arahan-arahan yang baik. Kita mengaca pada kasus ini. Jadi, wajib bagi kepseknya lakukan itu," tandasnya.
Untuk breafing, lanjutnya, minimal 3 kali seminggu kalau tidak bisa tiap hari. "Ini dibutuhkan. Bisa saja yang awalnya ada niat kesal tapi pagi-pagi sudah diberi saran/imbauan oleh kepseknya, niatan buruk bisa jadi hilang. Ini merupakan pencegahan," kata Agus Harris [sapos].